Kejutan di Klub Baca Jogja

Saya termasuk kategori orang yang tidak mau rugi. Jadi bila pergi-pergi maka pulang haruslah membawa sesuatu.
Apakah sesuatu itu harus berupa barang? Tentu saja tidak. Kadang lebih dari itu. Sesuatu itu mungkin bisa kenalan baru, atau cukup kenangan. Tapi tidak jarang sesuatu itu berbentuk, bisa diindra dan bisa diwariskan.
"Akan ada kejutan di Klub Baca besok sore."
Saya tahu ada yang menulis itu di grup WA Klub Baca, tapi cerobohnya, saya kurang memerhatikannya.
Sore itu, seperti yang sudah terencana jauh hari saya datang ke MooiKitchen tempat Klub Baca Jogja janjian ketemu dan memulai aksi bulanan.
Ini adalah ketiga kalinya saya hadir di Klub Baca Jogja. Kalau dibilang baru, ya saya anggota baru. Namun percayalah klub ini berdiri sudah agak lamaan. Yang menarik dan menonjol dari klub ini adalah anggotanya orang-orang keren (di mata saya pribadi dan publik). Hampir sebagiannya merupakan penulis kenamaan tanah air. *aih beruntungnya saya bisa gabung dan dekat dengan mereka. agaknya jurus tak mau rugi berdampak di sini*


Meski saya belum kenal-kenal sekali dengan sesama anggota klub, tapi kedekatan kami cukup lumayan. Obrolan dan diskusi lancar karena masing-masing anggota memang senang berteman.

Agenda Klub Baca kali ini berkesempatan ngebaca dan diteruskan membahasa novel Sudut Mati karya Tsugaeda terbitan Bentang Pustaka. Seperti agenda sebelum-sebelumnya, acara Klub Baca kali ini didukung oleh pihak Bentang Pustaka dan Mooi Kitchen.
Yang kebagian jadi pembaca kali ini adalah Nana.
 Sudut Mati bercerita tentang sebuah kemelut pembisnis kenamaan. Sekilas saya merasa kalau cerita dalam buku ini hampir serupa sinetron. Ya itu kan tanggapan saya, belum tentu orang lain beranggapan begitu.
Meski begitu, saya menikmati saja setiap cerita yang dituliskan oleh sang penulis. Mulai dari pengenalan tokoh satu persatu hingga bisnis keluarga yang menjadi bagian penting dari novel Sudut Mati.

Setelah dapat giliran baca (sedikit bocoran, cara main di klub ini adalah setiap yang datang diwajibkan ikut membaca beberapa bagian yang sudah ditandai pembaca utama),  saya izin meninggalkan ruangan untuk sholat ashar.
Sore itu gerimis menambah syahdu suasana.

Saya tidak tahu apa acara baca itu sudah selesai atau distop di tengah jalan, yang jelas ketika saya kembali ke ruangan, ada sesuatu yang beda.
Mas Udin (selaku sesepuh dan juga bapak kami) berdiri di depan sembari berkata, "kejutan."
Saya masih agak-agak roaming. Merasa tertinggal banyak hal, padahal saya hanya keluar sebentar.
Lalu Mas Udin melanjutkan, "Seperti yang saya bilang semalam di grup, sore ini Klub Baca akan kehadiran bintang tamu istimewa. Kejutan untuk kalian."
"Sulap?"
"Sulap lagi."
Begitu komentar teman-teman, mengingat bulan sebelumnya saat membaca Rudy, kami dikejutkan dengan kehadiran pemain sulap. Maka kami menebak sampai akhirnya Mas Udin kembali angkat bicara, dengan senyum dan gayanya yang sok serius pada menahan lucu.
"Jadi kejutannya...." Mas Udin menatap entah ke mana, saya masih belum sanggup mengikuti permainan.
"Kalau tadi saya bilang Mas Imam adalah kejutan palsu." Tuh lucukan Mas Udin itu, masak editor Bentang dibilang kejutan palsu.
"Dari pada penasaran, baiklah ini dia kejutannya, beri tepuk tangan meriah...."

Saat sang bintang tamu yang asli muncul, sejenak saya seperti lupa sedang di mana dan dengan siapa.
Saya terkejut, mulut saya langsung berucap, "Abah...."
Bintang tamu yang sore itu bertopi putih seperti tahun-tahun sebelumnya, memberikan senyum itu kepada saya (dan ke semua teman-teman klub).
Bintang tamu itu adalah bapak itu. Bapak sekaligus guru yang sangat berjasa dalam karir kepenulisan saya. Mendadak hati saya bergemuruh. Ini kejutan benar-benar sangat istimewa. Saya mengingat, siang sebelum datang ke klub, saya update status:
 Setidaknya poto ini bisa mengobati kangenku pada Abah. Seandainya saat ini kita bersama, aku ingin bilang bahwa hatiku retak-retak.

Apa boleh saya bilang kejadian ini sebagai keajaiban? Atau hanya sebuah kebetulan yang bermakna? Saya masih bingung harus menempatkannya di posisi yang mana yang jelas ini adalah kejutan yang tak akan terlupakan.
Sebelum semua jadi basi, saya pamer ke teman-teman yang kebetulan juga kenal dengan sang bintang tamu. Saya bahkan berkompor: Ah sayang banget kamu nggak dateng ke klub baca, coba tebak siapa kejutan hari ini?! Kamu pasti menyesal jika tahu.

Memangnya siapa sih bintang tamunya itu?
jawabannya adalah, (tolong beksonnya), adalah, beliau adalah Tasaro GK. Yups, sang penulis kondang yang menulis seri Muhammad.
Hari itu ternyata beliau, atau yang sering saya panggil Abah terjadwal mengisi acara di salah satu kampus di Yogyakarta. Dan saya harus berterima kasih sebanyak-banyaknya pada pihak Bentang karena berkat penerbit satu ini, Abah bisa hadir di Klub Baca.
Dengan gayanya yang aduhai, perpaduan antara kesopanan tingkat akut dan rasa sayang yang begitu melimpah, Abah Tasaro membuat kami di klub baca terpesona (baiklah kalau kalian tidak mau disebut kami, cukup saya yang terpesona).
Karena sudah hadir di hadapan antara Klub Baca, maka beliau diberi mandat untuk mengisi acara. Mau dadakan atau dipersiapkan sebelumnya, pokoknya kami meminta beliau untuk bicara. Bicara semua hal, dari pribadi hingga proses kreatif menulis. Utamanya banyak yang menanti dibalik penulisan Muhammad, yang ternyata seri ketiganya Muhammad : Para Pewaris Hujan, sudah bisa dipesan mulai Januari ini. Trailer bisa di lihat di Youtube.

Tidak hanya berhenti sampai sana. Klub baca yang biasanya kumpul sekitar dua sampai tiga jam akhirnya memperpanjang jadwal. Kami bahkan baru bubaran setelah magrib.
Ada banyak hal menarik yang bisa diambil dari pertemuan singkat sore itu.
Banyak pertanyaan dari anggota klub yang dijawab dengan penuh penjiwaan dari seorang penulis ternama.

Beberapa pertanyaan yang saya ingat seperti sebuah wejangan yang harus diperhatikan.

"Bagi Anda (Tasaro GK) hal apa saja sih yang bisa menjadi kendala dalam menulis atau berkarya?"
Pertanyaannya memang tidak tepat seperti itu, namun kurang lebih intinya seperti itu.

Kagetnya, sebelum menjawab pertanyaan itu, yang kebetulan penanyanya adalah Nur Fahmi (teman saya), Abah Tasaro lebih dulu melihat ke saya sambil berucap, "Apa ya? Apa Min, aku pernah ceritakan ke kamu."
Haduh saat itu saya memasang tampang polos, antara tidak ingat dan kaget. Embuh ekpresi wajah saya. Saya hanya menggeleng.

Akhirnya Abah Tasaro sendiri yang menjawab, "Kendalanya sebenarnya ada dua. Pertama kementokan dan yang kedua adalah kritikan."

Kementokan dan kritikan. Abah lalu menjelaskan panjang-panjang apa itu kementokan dan apa dibalik kata kritikan. Seperti kebiasaan kami, kami menyimak selama Abah bicara. Banyak hal yang perlu saya garis bawahi dan ingat selalu bahwa prestasi seseorang pasti selalu mendapat dua pandangan, pujian dan kritik.

Abah berkata, "Saya butuh kerasukan dulu agar bisa menulis. Seri Muhammad ini bahkan harus menunggu empat tahun agar selesai. Menulisnya sih hanya dua bulan. Tapi saya menunggu kerasukan itu lama." Itulah sedikit uraian dari yang namanya kementokan.
Selain membahas di balik layar proses kreatif, Abah Tasaro juga membagi tips menulis. Yaitu tips membuat karakter tokoh.
Saya sempat tertohok ketika Abah sambil menatap saya bilang, "Satu guru satu ilmu jadi jangan ada yang ngrecoki."
Ya Allah, saat Abah bilang seperti itu mendadak saya ingin sungkem dan minta maaf. Ada satu kesalahan saya dimasa lampau yang sampai hari ini masih sering tersenggol. Abah, maafkan, dulu memang saya masih belum dewasa.

Karena magrib sudah berkumandang, dan karena Mooi Kitchen adalah bukan milik kita sendiri, maka Klub Baca kesempatan sore itu ditutup dan dilanjutkan dengan sesi poto-poto.

Ketika teman yang lain milih pulang atau pindah acara ke tempat lain (kebetulan memang ada acara menarik juga di tempat lain), saya justru mengekor Abah Tasaro ke stasiun Tugu.
Ada waktu sekitar empat puluh menit untuk ngobrol berdua sebelum kereta Abah jurusan Bandung datang.
"Harus tekun dan telaten. Semuanya tidak instan. Jangan cepat puas." Pesan Abah setelah bercerita panjang tentang banyak hal.
"Tapi aku minder, Bah."
"Minder kenapa? Bahkan kamu maju semakin pesat. Aku bangga padamu."
Ah seketika rasanya saya meleleh. Sambil melihat seliweran manusia, saya meresapi apa-apa yang sore itu Abah wejangkan.
Kejutan yang manis. Andai sore itu saya putuskan untuk tidak hadir di Klub Baca, mungkin saya akan kehilangan moment ketemu Abah Tasaro GK. Mungkin saya hanya akan bengong dan mengutuki diri sendiri.
Semoga Klub Baca semakin hari semakin mengejutkan, hingga akan banyak lagi yang bisa saya bawa pulang.
Ah, apapun, terima kasih pada alam yang selalu baik pada saya.

Mini GK

1 Response to "Kejutan di Klub Baca Jogja"

  1. Ah, senengnya ya Mbak. Bisa ketemu lagi sama Mas Tasaro. Teringat kehangatan di Antitesa dulu :)) bener semua nggak bisa instan. Dan novelku belum jadi-jadi juga, huhuuuu

Posting Komentar

Mini GK author from Gunungkidul, Indonesia

Tiket Promo

Followers